MAKASSAR– Dalam rapat paripurna yang dilaksanakan Selasa kemarin di Gedung DPRD Kota Makassar, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) melalui juru bicaranya, Fahrizal Arrahman Husain mengeluarkan sejumlah catatan penting terkait Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kota Makassar tahun 2025.
Dalam kesempatan tersebut, Fraksi PKB menyoroti beberapa poin krusial yang mencerminkan kondisi keuangan daerah yang perlu perhatian serius.
Salah satu sorotan utama adalah peningkatan pendapatan daerah sebesar 3,8 persen, di mana pajak daerah melonjak signifikan hingga 14,2 persen, dan pendapatan transfer mengalami kenaikan 12,31 persen.
Hal ini, menurut Dokter Ical, menjadi bukti adanya langkah strategis dalam memaksimalkan potensi pajak lokal dan memperkuat sinergi dengan pemerintah pusat.
Namun, tidak semuanya berjalan mulus. PKB juga menyoroti adanya penurunan drastis retribusi daerah hingga 54 persen serta pengelolaan kekayaan daerah yang menyusut 42,1 persen.
Dokter Ical menilai, potensi retribusi dan aset daerah seharusnya dapat dikelola lebih optimal untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan daerah.
“Kami mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terkait tata kelola retribusi dan pemanfaatan aset daerah agar kontribusinya bisa maksimal,” tegas Dokter Ical, yang juga menjabat sebagai Wakil Sekretaris PKB Makassar.
Selain itu, politisi muda PKB ini juga menyoroti penurunan belanja daerah sebesar 1,1 persen, yang menurutnya merupakan upaya efisiensi anggaran.
Ia mengingatkan agar efisiensi tersebut tidak mengorbankan sektor-sektor strategis seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar.
“Kualitas belanja harus tetap terjaga, dengan fokus pada belanja produktif yang memberi dampak nyata bagi masyarakat,” paparnya.
Salah satu isu besar lainnya yang disinggung adalah defisit anggaran yang stabil pada angka Rp 300 miliar.
PKB menilai ini sebagai langkah positif dalam menjaga keseimbangan fiskal daerah. Meski demikian, Dokter Ical menggarisbawahi adanya risiko pembiayaan strategis akibat penurunan penerimaan pembiayaan hingga 55,6 persen.
“Kami mengingatkan pentingnya kebijakan keuangan yang berkelanjutan. Diversifikasi sumber pendanaan dan mengurangi ketergantungan pada pembiayaan eksternal harus menjadi fokus utama,” tutupnya.**