JAKARTA — Bank Dunia mengungkapkan bahwa satu dari tujuh anak muda di Indonesia saat ini masih menghadapi kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan.
Temuan ini disampaikan dalam laporan bertajuk World Bank East Asia and The Pacific Economic Update October 2025: Jobs, yang menyoroti kondisi penciptaan lapangan kerja di kawasan Asia Timur dan Pasifik (EAP), termasuk Indonesia.
“Sebagian besar masyarakat di kawasan EAP yang mencari pekerjaan berhasil memperolehnya. Namun, kaum muda masih mengalami kesulitan. Satu dari tujuh anak muda di China dan Indonesia menganggur,” tulis Bank Dunia dalam laporannya.
Lembaga keuangan internasional itu juga mencatat bahwa Indonesia dan Kamboja sedang mengalami lonjakan populasi muda. Kondisi ini sebenarnya menjadi peluang besar untuk memperkuat tenaga kerja dan mengubah dinamika pasar di kawasan Asia Timur dan Pasifik.
Namun, di sisi lain, partisipasi angkatan kerja perempuan di beberapa negara, termasuk Indonesia, masih tertinggal dibandingkan laki-laki. Terdapat kesenjangan sekitar 15 poin persentase di Indonesia, Malaysia, dan Filipina.
“Selain itu, banyak penduduk di kawasan ini yang bekerja di sektor informal atau memiliki produktivitas rendah. Kelompok masyarakat rentan yang terjerumus dalam kemiskinan kini jumlahnya lebih besar dibandingkan kelas menengah di sebagian besar negara,” lanjut laporan tersebut.
Bank Dunia menyoroti bahwa aktivitas perdagangan global yang seharusnya memberikan dampak positif terhadap lapangan kerja justru menimbulkan tiga tantangan besar.
Pertama, tidak semua negara mampu melakukan transformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Indonesia disebut termasuk dalam kelompok negara yang belum banyak mengalami perubahan signifikan di sektor manufaktur.
“Di Indonesia, pangsa lapangan kerja manufaktur hampir tidak berubah dalam tiga dekade terakhir,” sebut Bank Dunia.
Kedua, manfaat dari perdagangan global belum tersebar merata. Integrasi ekonomi memang meningkatkan produktivitas di sektor-sektor utama, tetapi wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) sering kali tidak merasakan keuntungan tersebut.
Ketiga, keterlibatan dalam rantai nilai global (global value chain / GVC) menciptakan kerentanan baru bagi pasar tenaga kerja di kawasan Asia Timur dan Pasifik. Gangguan rantai pasok, fluktuasi permintaan, serta hambatan impor di pasar utama disebut berdampak langsung terhadap pekerja dengan keterampilan rendah maupun pekerja informal.
“Dalam beberapa tahun terakhir, gangguan rantai pasok dan perubahan permintaan global telah memengaruhi stabilitas lapangan kerja, terutama di kalangan pekerja berpendidikan rendah,” tutup Bank Dunia dalam laporan tersebut.
Penulis: Irwan