Lintaskabar.id, Makassar – Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda menegaskan pentingnya perbaikan sistem Pemilu di Indonesia.
Pernyataan tersebut disampaikannya dalam kuliah umum di Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Kamis (4/12), yang diadakan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Pemilu Sebagai “Mesin” yang Perlu Pembaruan
Dalam pemaparannya, Rifqinizamy menyoroti protes yang belakangan ini terjadi di sejumlah kantor DPR, yang mencerminkan ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja wakil rakyat.
“Kami adalah produk dari mesin yang bernama Pemilu. Jika kami dianggap tidak baik, berarti ada masalah dengan mesin yang mencetak kami, yaitu Pemilu itu sendiri,” tegasnya.
Ia menyebutkan tiga masalah utama yang dihadapi oleh regulasi Pemilu saat ini:
1. Conflict of Norm (Tumpang Tindih Aturan): Banyak regulasi Pemilu yang saling bertentangan.
2. Vague of Norm (Multitafsir): Banyak aturan yang ambigu, seperti definisi politik uang atau kampanye terselubung.
3. Ketiadaan Norma: Adanya celah hukum, seperti kampanye yang dilakukan di luar masa yang telah ditetapkan.
Untuk mengatasi masalah ini, Komisi II DPR mengusulkan perbaikan dengan kodifikasi atau Undang-Undang Omnibus Law Pemilu. RUU ini akan mengatur secara menyeluruh, mulai dari partai politik, jenis-jenis Pemilu (Pilpres, Pileg, Pilkada), hingga penyelesaian sengketa Pemilu.
Peran Bawaslu, Kampus, dan Program KKN Tematik
Selain regulasi, Rifqinizamy juga menyoroti pentingnya penyelenggara Pemilu dan peran masyarakat. Dalam rangka memperkuat partisipasi masyarakat, ia menyampaikan rencana kolaborasi antara DPR dan Bawaslu, yang akan meluncurkan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik bersama Bawaslu.
“Kami akan mendorong program ini dengan menyediakan anggaran untuk membina desa percontohan pengawasan partisipatif, dua tahun sebelum Pemilu,” jelas Rifqinizamy.
Program ini akan melibatkan Bawaslu, UIN, dan kampus-kampus lain melalui penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU), dengan harapan dapat membawa perubahan signifikan pada Pemilu 2029.
Bawaslu Ajak Generasi Muda Jadi Penyelenggara Adhoc
Ketua Bawaslu Sulawesi Selatan, Mardiana Rusli, juga menekankan peran penting anak muda dalam pengawasan Pemilu. “Anak muda tidak hanya terlibat sebagai pemilih kritis, tetapi juga bisa menjadi bagian dari keluarga besar Bawaslu, misalnya sebagai calon penyelenggara adhoc,” kata Mardiana.
Bawaslu Sulsel saat ini terus mengadakan kegiatan serupa dan berencana untuk menyasar kampus-kampus lain. Salah satu program utama yang dijalankan adalah pelatihan hukum paralegal untuk mempersiapkan anak muda agar memiliki kompetensi untuk menjadi penyelenggara Pemilu atau berpartisipasi dalam debat yang diadakan oleh Bawaslu. (Ar)






